Resume Novel “ESCAPE OVER THE
HIMALAYAS” dengan Kajian BAB IV
Judul :
Escape Over The Himalayas, Demi Sekolah, 6 Bocah Tibet Harus
Berjuang Menaklukan Himalaya
Penulis :
Maria Blumencrom
Terjemahan dari : Fluch uber den Himalaya, Tibet
Kinder auf dem Weg ins
Exil
Penerjemah
: Siska Isabella
Penerbit : Imania
(Pustaka Iman)
Tanggal terbit : Oktober - 2009
Tebal Halaman : xiv
+ 319 halaman
Jenis Cover : Soft Cover
Kategori : Non-Fiksi
Text : Bahasa Indonesia
Resume Novel
Sebuah kisah nyata yang dibukukan
oleh seorang Maria yang pernah dialaminya. Dan akhirnya maria mendapatkan
beberapa penghargaan dari hasil dokumenternya maupun bukunya. Maria
menceritakan satu demi satu temannya yang mengalami pengungsian ke India dari
Tibet. Tibet merupakan sebuah kota yang di duduki oleh China sehingga penduduk
Tibet harus mengikuti kekerasan dan peraturan China sehingga tidak heran di
Tibet sebagian besar keluarganya sengsara dan jauh dari pesatnya perkembangan
teknologi dan tidak boleh meyakini Dalai Lama karena bisa merusak citra bangsa
China sehingga apa bila seseorang menyimpan foto maka akan di penjara dan di
hukum mati. Sehingga para orang tua mereka mengirimkan anak-anaknya ke India
agar dewasa kelak bisa memperjuangkan Suku Tibet. Karena pendidikan yang
dihadapi haya menggunakan bahasa Cina yang mungkin para Tibet kurang paham akan
bahasa Cina. Meski berat tapi ini semua demi kebaikan dan kebahagiaan anaknya
meski berat akan tetapi ini semua adalah sebuah kewajiban seorang ibu memiliki
pendidikan yang layak dibandingkan di Tibet. Sebuah kutipan salahseorang Ibu di
Tibet, “Aku mengirim anakku ke India karena aku tidak pernah mengenyam
pendidikan. Dan susah untuk menjalani kehidupan normal tanpa bisa membaca dan
menulis. Semua orang memang punya masalah. Sebagai perempuan yang hidup
sederhana aku tidak punya uang untuk menyekolahkan anak-anakku. Itulah alasanku
mengapa aku mengirim jauh buah hatiku. Setelah ia pergi jauh, yang bisa aku
lakukan hanya melihat fotonya dan menangis”.
Rombongan pertama yaitu rombongan Tamding
dengan para biksu tua yang dipimpin seorang Nima sebagai pemandunya, yang
ditemani Suja dan Lobsang. Tamding adalah salah anak ketiga dari keluarganya,
dimana jika memiliki anak lebih dari tiga maka keluarganya harus membayar pajak
yang lumayan besar. Sehingga mau tidak mau Tamding ikut ke India bersama Nima
sebagai pemandu. Tamding salah seorang yang berani meski dia tau bahwa
keluarganya sangat menyayanginya tapi Tamding mampu berjiwa besar dengan
keputusannya. Bersama dengan para biksu Tamding sangat dekat sekali dengan
Suja. Suja adalah salahsatu dari tentara bangsa China tetapi ber suku Tibet
akan tetapi Suja meninggalkan pekerjaannya karena dia tidak bisa melihat
bangsanya di injak-injak oleh para tentara China, sehingga dia memutuskan untuk
pergi dari pekerjaannya. Ketika rombongan itu dalam perjalanan menuju kaki
gunung Himalaya salah seorang tentara melihat seorang pengungsian yang akan
pergi meninggalkan kampong halamnnya. Tetapi Suja, Nima dan Lobsang melihat
situasi ini dan pergi dengan begitu saja dengan meninggalkan Tamding beserta
rombongannya. Dan para rombongan pun masuk penjara dan menginterogasi mereka
semua.
Kelanjutannya
Nima bersama Suja dan Lobsang melakukan perjalanan lagi bersama rombongan
dimana diantaranya terdapat 4 anak kecil didalamnya yaitu Pema Kecil, Chime,
Dolker, dan Dhondup. Disamping itu ada lima orang dewasa lagi dan seorang Biksu
remaja (15 tahun) yang berada dalam kelompok itu. Pema Kecil adalah salah satu
orang yang palling malang dalam rombongan itu, Pema Kecil selain umurnya masih
muda dia harus berjalan pincang karena kakinya retak ketika ayahnya datang
kerumahnya dan terjadilah hal buruk yang menimpa Pema Kecil. Dan Pema Kecil di
titipkan pada Dhondup karena memiliki Amchi Tua. Dhondup adalah orang yang
periang dia sering menghibur orang dengan leluconnya yang sering kali
menggelitikkan. Dan Dhondup memiliki kakak yang akan menjaganya yaitu Dhamchoe.
Bukan hanya Dhondup yang bisa dijaga oleh kakaknya. Akan tetapi Chime pun pergi
ke India bersama kakaknya yaitu Dolker. Mereka terasa akrab sehingga mereka
tidak pernah terpisahkan.
Dengan
hanya berbekalan seadanya para orangtua memberikan anaknya perlengkapan berupa
baju hangat, kaos kaki, kaos tangan dan sepatu tipis ditambah makanan
secukupnya. Terutama Pema Kecil menyediakan perlengakpannya yang lebih karena
Pema Kecil mempunyai kebiasan dia selalu bermimpi buruk dan ketakutan sampai
celananya basah. Meski orangtuanya tidak yakin dengan kemampuan anak-anaknya
untuk menepuh perjalanan yang jauh dan banyaknya rintangan tapi hanya ini jalan
satu-satunya untuk membahagiakan mereka. Dengan perasaan pedih luar biasa
karena harus perpisah dengan anaknya yang mereka sayangi. Mereka sudah tidak
berpikir kapan dia akan bertemu lagi dengan anak-anak mereka setelah anak-anak
mereka berhasil, karena dengan mendengar mereka sudah tiba di India pun sudah
merupakan kegembiraan yang luar bisa, yang bisa mengobati luka perih
meninggalkan anak-anak mereka.
Perpisahan di Gyantse pun
dirasakan pada semua rombongan, begitu perih rasanya melihat mereka semua
meninggalkan ibunya. Tapi apa boleh buat ini satu-satunya supaya anaknya bisa
bersekolah dan hidup bahagia. Setelah berapa jauh rombongan itu berjalan di
dunia yang bersalju seorang Chime pun berkata, “Betapa sulitnya berjalan terus-menerus sepanjang waktu. Aku lebih takut
dengan tentara Cina dari pada salju dan hewan buas. Bersama-sama kami berjuang
melangkah kaki melintasi pegunungan yang tinggi, jalan-jalan setapak yang
terjal dan sungai yang dalam. Kami rindu Ibu, andaikan tangan mereka ada di
sini sekarang”.
Perjalanan jauh
dari Tibet menuju Dharmsala itu dilalui dengan berjalan kaki melewati
pegunungan Himalaya yang begitu dingin dengan perlengkapan seadanya oleh
sekumpulan orang yang terdiri dari anak-anak dan para biksu muda yang sedang
dalam pelarian karena kejaran tentara Cina serta didampingi oleh seorang
pemandu bayaran. Perjalanan ilegal ini mengharuskan mereka untuk selalu waspada
terhadap kejaran para tentara Cina yang sedang berpatroli dan melakukan
penangkapan kepada para pemberontak atau para tentara Nepal yang sedang
bertugas di wilayah perbatasan. Tidak sedikit dari mereka yang tidak dapat
melanjutkan perjalanan karena tertangkap oleh tentara-tentara Cina yang
kemudian memenjarakan dan menyiksa mereka di dalam tahanan.
Selama 14 hari,
yang dengan peralatan seadanya, sepatu ket tipis dan bekal makanan secukupnya,
bocah-bocah berpostur kecil dan rapuh itu berangkat menempuh perjalanan yang
sangat melelahkan. Sebagian dari mereka nyaris menyerah untuk melanjutkan
perjalanan, berjuang keras melawan badai salju, rasa lapar yang hebat, dan
keletihan yang tak terbayangkan. Tapi rasa itu hilang ketika mereka sampai pada
ujung gunung Himalaya yang sudah longgar dari tentara China. Selain itu mereka
bertemu dengan rombongan Tamding yang sempat terpenjara selama satu minggu. Dan
selanjutnya mereka pun pergi ke India dengan menggunakan pesawat yang dipesan
secara khusus. Dan kebebasan pun sudah ada pada rombongan Nima dan kawan-kawan.
Hubunganya dengan Bab VI
Konsep
diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Ini bisa bersifat
psikologi, sosial dan fisis.
Karakteristik :
Pema Kecil*
Seorang gadis kecil berumur tujuh
tahun yang berasal dari Provinsi Khan. Ibunya adalah ayah dikeluarganya dimana
semua pekerjaannya dilakukan oleh ibunya dimana ibunya sebagai pengurus ladang
dan hewan ternak. Akan tetapi ayahnya seorang pemabuk dan sering memukuli Pema
kecil.
Orang lain:
ketika ia selalu menagis ketika mimpi buruknya tapi berkat Dhondup dia bisa
meredakan tangisannya dan mempengaruhi jalan mimpinya yang asalnya selalu buruk
Kelompok :
awalnya semua rombongannya tidak menyukai sikap manja pema sehingga pema sadar
bahwa dirinya bisa melakukannya dengan dorongan pada kelompoknya
Tamding*
Seorang anak laki-laki berumur
sepuluh tahun yang berasal dari Provinsi Amdo. Orangtuanya adalah petani
miskin, yang mempunyai tiga anak dan anak terakhir bernama Tamding. Di
provinsinya jika memiliki anak lebih dari 2 anak maka harus membayar pajak dan
orangtuanya tidak bisa menyanggupinya meski mereka sayang terhadap anak-anaknya.
Chime*
Seorang gadis kecil berumur sepuluh
tahun yang berasal dari Tibet Barat. Ibunya yang menjadi tulang punggung
keluarganya.
Dolker*
Adik perempuan Chime yang berumur
tujuh tahun.
Dhondup*
Seorang
anak laki-laki berumur delapan tahun dari seorang dokter dari Tibet. Orang
tuanya mengirimkan Dhondup ke India untuk memenuhi pendidikannya yang layak.
Dhamchoe
Anak yang umurnya sekitar delapan
belas tahun ini dibesarkan oleh keluarga Dhondup.karena dia tidak sanggup untuk
membiyayainya lagi maka orangtuannya dhondup untuk pergi menjaga Dhondup.
Lhakpa*
Seorang anak perempuan berumur
sepuluh tahun dari keluarga pengembara, yang dibawa serta oleh kakak
laki-lakinya melewati celah perbatasan dan baru pada Himalaya bagian Negara
Nepal cecara kebetulan bertemu dengan kelompok kami, lalu bersama-sama pergi ke
Dharamsala
Lobsang
Seorang biksu berumur lima belas
tahun yang berasal dari Provinsi Amdo.
Suja
Seorang tentara muda yang sudah
empat tahun bekerja di sebuah penjara militer China sebagai seorang pilar. Dan
dia juga seorang juru bahasa pada saat interogasi karena dia bisa berbahasa
Tibet dan China.
Nima
Seorang pemandu, yang memiliki hati
emas. Dia sudah beberapa kali mengantarkan pengungsian dengan selamat, meski
dengan bahaya besar yang menghadang.
Pesan
Buku
ini sangat kuat menceritakan bagaimana perjuangan keenam anak Tibet terutama
Pema Kecil (7), Chime (10), Dolkar (6), Dhonup (8), Tamding (10) dan Lhakpa
(10) dalam meraih masa depannya. Hanya sayang, ada beberapa hal yang mengganggu
kenyamanan dalam membaca buku ini, yang disebabkan karena proses editingnya
belum sempurna. Ada beberapa "gangguan" yang aku catat, antara lain :
- Ukuran font yang tidak sama, sangat mengganggu dalam kenyamanan membaca
- Pemberian nama yang hamper mirip dimana si pembaca meras kebingungan dan harus teliti membacanya seperti Dhonup dan Dhamchoe, Pema dan Pema kecil
- Seringkali penggantian orang ketiga secara langsung sehingga membingungkan pembaca tanpa adanya tanda atau pun nama yang bersangkutan
- Butuh focus yang tinggi membacanya
Namun, meskipun
sempat terganggu dengan hal-hal tersebut di atas, memiliki keunggulan
diantaranya:
- Ceritanya menarik sungguh perang batin terasa
- Gaya ceritanya dengan mudah bisa diserap
- Buku ini bisa enjadi motivasi dimana seorang anak kecil yang meragukan bisa melewati rintangan tapi semua terjawab mereka berhasil dengan selamat
- Disini terlihat dimana perjuangan seorang anak dan ibu memperjuangkan demi Menuntut ilmu dan kebahagian seorang anak
Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari
buku ini, antara lain:
- Jangan menyerah. Apapun yang terjadi, jangan menyerah.
- Untuk meraih impian, membutuhkan pengorbanan dan semangat sekuat baja.
- Rasa persatuan dan saling mendukung, sangat diperlukan dalam mengatasi saat-saat terberat.
- Kepedulian pada sesama memberikan banyak kebahagiaan, tidak hanya kepada diri sendiri, namun juga kepada orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar