Tampilkan postingan dengan label Komas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Komas. Tampilkan semua postingan

Rabu, September 28, 2011

Komponen komponen komunikasi massa


 
Komponen komponen komunikasi massa
1.     Komunikator komunikasi massa
Komunikator/Penyampai pesan/Sumber/Source

Semua proses komunikasi berasal dari sumber, yang dapat berupa
·  perorangan , jika dalam komunikasi individual atau
antar perorangan, atau seorang dengan beberapa
orang
·  Suatu lembaga atau organisasi, atau orang yang
dilembagakan (komunikasi dengan media massa)

Syarat Komunikator yang baik:
        Menurut Aristoteles, karakter komunikan (Ethos) terdiri dari good will (maksud yang baik), good sense (pikiran yang baik), dan good moral character (karakter yang baik).
        Menurut Hovland dan Weiss, karakter komunikan (credibility) terdiri dari expertise (keahlian), trustworthiness (dapat dipercaya) dan acceptability (dapat diterima)

prabu adalah seorang pedagang yang menawarkan barang dagangannya kepada pembeli, menyampaikan pesan tersebut berupa. Memperlihatkan dagangannya kepada pembeli. Dan khalayaknya tersebut adalah pembeli.

2.     Pesan komunikasi massa
Yang disebut pesan adalah hal-hal yang dikomunikasikan, yakni item berita, seperti film, lagu rekaman, iklan billboard, novel, dll. (Vivian 2008:503)
Karakteristiknya adalah:
a.       Bersifat umum/untuk semua orang
b.      Meliputi segala bidang pengetahuan
c.       Berdimensi skill, art dan science.


Unsur pesan meliputi semua materi atau isi yang
dikomunikasikan antara pihak-pihak yang terlibat dalam
proses komunikasi, baik yang disampaikan secara verbal
maupun non verbal., baik secara langsung maupun tidak
langsung (melalui media massa misalnya)
Pesan dapat berupa:
 ·  pesan verbal, misalnya: bahasa/kata-kata lisan atau tertulis
·  pesan non verbal, misalnya: isyarat, gambar, warna
·  pesan paralinguistik, misalnya: kualitas suara, tekanan
suara(tinggi rendah nada bicara), kecepatan suara,
vokalisasi.

3.     Khalayak (audience / komunikan)
Melvin DeFleur dalam bukunya “Theories of Mass Communication” mengemukakan empat teori efek media terhadap audiensnya
a.       The Individual Differences Theory
Setiap individu memiliki potensi, pengalaman dan lingkungan yang berbeda sehingga pengaruh media massa pun akan berbeda pada tiap individu.
b.      The Social Categories Theory
Setiap kelompok audience dari kategori yang sama cenderungan untuk menyukai pesan yang sama dan seringkali memberikan respons yang relatif sama

c.       The Social Relationship
Didasari oleh penelitian Paul Lazarsfeld, Bernard Berelson, dan Elihu Katz
Ä         yang menekankan hubungan informal lebih signifikan dalam mempengaruhi khalayak
                       
            Perspektif ini bisa dilihat pada model two steps flow of communication:





d.    The Cultural Norms Theory
  Isi media massa dapat mengubah audience sehingga mereka memiliki opini baru terhadap suatu hal. Seorang individu akan berubah apabila dia sudah menjadi audiens media massa

Karakteristik Audience Komunikasi Massa:
a.       Biasanya terdiri atas individu-individu yang memiliki pengalaman yang sama dan terpengaruh oleh hubungan sosial dan interpersonal yang sama.
b.      Berjumlah besar (Quantity – Charles Wright)
c.       Heterogen
d.      Anonim
e.       Tersebar, baik dalam konteks ruang dan waktu

4.     Filter
Faktor penerimaan yang mengganggu komunikasi.
Menurut Vivian (2008) ada tiga jenis filter:
a.   Filter informasional, yakni faktor pengetahuan penerima yang membatasi pemahaman simbol.
b.  Filter fisik, yakni tingkat kesadaran fisik yang membatasi memahami pesan, seperti sakit, dll.
c.   Filter psikologis, yakni keadaan pikiran penerima yang mempengaruhi pemahaman simbol.










Penginderaan sebagai filter
dipengaruhi oleh tiga kondisi, yaitu:
a.      Cultural (budaya)
  Edward  T. Hall dalam bukunya The Silent Language mengemukakan bahwa budaya mempengaruhi cara manusia menyampaikan dan menerima pesan
b.      Psychological (Tatanan Psikologi)
      Kerangka acuan (frame of reference) seperti latar belakang pendidikan, pengalaman, dan lain-lain mempengaruhi persepsi audience terhadap pesan media massa
c.       Physical (Kondisi fisik)
  Berkaitan dengan keadaan kesehatan audience baik secara internal maupun eksternal yang berdampak pada penafsiran terhadap pesan yang diterima dari media massa.

5.     Gate kiper
          Istilah Gatekeeper pertama kali digunakan oleh Kurt Lewin pada bukunya Human Relation. Istilah ini mengacu pada proses: (1) suatu pesan berjalan melalui berbagai pintu, selain juga pada (2) orang atau kelompok yang memungkinkan pesan lewat.
 Gatekeepers dapat berupa seseorang atau satu kelompok yang dilalui suatu pesan dalam perjalanannya dari sumber kepada penerima.
Fungsi utama gatekeeper adalah menyaring pesan yang diterima seseorang. Gatekeeper membatasi pesan yang diterima komunikan, seperti editor surat kabar, majalah, penerbitan.
 Seorang gatekeepers dapat memilih, mengubah, bahkan menolak pesan yang disampaikan kepada penerima





6.     Feedback ( unpan balik )

a.     Internal feedback
umpan balik yang diterima oleh komunikator bukan dari komunikan, akan tetapi datang dari pesan itu atau dari komunikator sendiri.
b.      External feedback
umpan balik yang diterima oleh komunikator dari komunikan, yang bersifat:
·        Representative feedback
            Umpan balik diukur dari sekian persen dari total keseluruhan audience (perwakilan/representatif) dan hasilnya akan dianggap sebagai feedback dari keseluruhan audiences.
c.       Indirect feedback
            Umpan balik bersifat tidak langsung dan biasanya melibatkan pihak ketiga
d.      . Delayed feedback
            Respons komunikasi massa tertunda, karena respon membutuhkan waktu untuk ditransmisikan dari komunikan kepada komunikator.


e.       Cumulative feedback
            Respon yang diterima oleh komunikator dikumpulkan dalam satu periode tertentu untuk nantinya dijadikan sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan
f.       Institutionalized feedback
            Umpan balik yang datang dari lembaga yang langsung mendatangi komunikannya untuk mengumpulkan pendapat yang hasilnya akan dianalisis oleh lembaga tersebut





Contoh:
Rizal adalah seorang penjual obat keliling, dan biasanya rizal menjualnya pada hari minggu. Di waktu semua penduduk sekitar sedang libur bekerja. Lalu dengan bantuan pengeras suara dia berkata. “mari - mari ibu bapak sekalian silahkan lihat- lihat obat obatan yang teruji keasliannya dan silahkan bapak dan ibu mencobanya. Apabila obat yang kami jual tidak berhasiat maka uang ibu-bapak akan kami kembalikan”. Lalu orang-orang yang di sekitar penasaran, lalu mereka menghampiri penjual obat tersebut. Dan para masyarakat sekitar penasaran untuk membli barang tersebut. Dan ada juga yang menanyakan akan kasiatnya, lalu ada juga yang belum ada yang percaya. Apabila belum terbukti kebenarannya. Lalu rizal ( penjual obat ), menawari atau mencoba atau menawarkan harga setengahnya. Lalu pembeli tersebut membelinya.

Dari cerita tersebut bisa kita simpulkan yaitu
·        Komunikatornya
Rizal sang penjual obat tersebut
·        Pesan / cara menyampaikan pesan
Dengan cara menarik perhatian kepada masyarakat sekitar, dan menarik hati pembeli atau komunikan untuk membeli obat tersebut contoh  mari - mari ibu bapak sekalian silahkan lihat- lihat obat obatan yang teruji keasliannya dan silahkan bapak dan ibu mencobanya. Apabila obat yang kami jual tidak berhasiat maka uang ibu-bapak akan kami kembalikan”

·        Khalayak
Audience atau komunikannya adalah pembeli yang berada di tempat penjualan tersebut.
·        Filter
Adalah dimana seorang audience menerima penawaran penjual obat tersebut, seperti ada yang tertarik penawaran tersebut. Dan ada juga yang tidak, lalu ada yang hanya melihat saja dan mungkin acuh tak acuh.

·        Gate kiper
Dimana pembeli tersebut menawarkan kepada penjual dengan harga yang murah, dan penjual tersebut dapat menolah tawaran pembeli tersebut.
·        Feedback
Dari penawarannya tersebut, dia berhasil menjual obat tersebut. Dan mendapat untung.







ahli


TEORI HAROLD LASWELL dan ALASAN PARADIGMANYA

 

Salah satu tokoh penting dalam sejarah awal ilmu komunikasi di Amerika adalah Harold Lasswell. Diktum Lasswell akan selalu diingat oleh mereka yang pernah sedikit belajar ilmu politik atau ilmu komunikasi – karena sesungguhnya Harold Lasswell adalah ilmuwan politik-; “Who says what, to whom, to which channel and with what effect”. Inilah diktum yang akan selalu diingat sebagai suatu model teori komunikasi yang linier, yang ia temukan dari hasil pengamatan dan praktek yang ia lakukan sepanjang masa perang dunia pertama dan kedua.
Pada tahun 1926, Harold Lasswell menulis disertasinya yang berjudul “Propaganda Technique in the World War” yang menyebutkan sejumlah program propaganda yang bervariasi mulai dari konsep sebagai strategi komunikasi politik, psikologi audiens, dan manipulasi symbol yang diambil dari teknis propaganda yang dilakukan oleh Jerman, Inggris, Perancis dan Amerika.
Sebenarnya kata propaganda sendiri merupakan istilah yang netral. Kata yang berasal dari bahasa Latin “to sow” yang secara etymology berarti: “menyebarluaskan atau mengusulkan suatu ide” (to disseminate or propagate an idea). Namun dalam perkembangannya kata ini berubah dan mengandung konotasi negatif yaitu pesan propaganda dianggap  tidak  jujur, manipulatif, dan juga mencuci otak. Pada perkembangan awal ilmu komunikasi, propaganda menjadi topik yang paling penting dibahas pada masa itu, namun anehnya setelah tahun 1940-an, analisis propaganda ini menghilang dari khasanah ilmu-ilmu sosial di Amerika. Sebagai penggantinya muncullah istilah seperti komunikasi massa (mass communication) atau penelitian komunikasi (communication research), menggantikan istilah propaganda atau opini publik untuk menjelaskan pekerjaan peneliti komunikasi.
Lasswell sendiri memberikan definisi atas propaganda sebagai “manajemen dari tingkah laku kolektif dengan cara memanipulasi sejumlah symbol signifikan”. Untuknya definisi ini tidak mengandung nilai baik atau buruk, dan penilaiannya sangat bergantung pada sudut pandang orang yang menggunakannya. Sementara itu ahli lain (Petty & Cacioppo 1981) menyebut propaganda sebagai usaha “untuk mengubah pandangan orang lain sesuai yang diinginkan seseorang atau juga dengan merusak pandangan yang bertentangan dengannya”. Dalam pengertian ilmu komunikasi, baik propaganda maupun persuasi adalah kegiatan komunikasi yang memiliki tujuan tertentu (intentional communication), dimana si sumber menghendaki ada perilaku yang berubah dari orang lain untuk kepentingan si sumber, tapi belum tentu menguntungkan kepada orang yang dipengaruhi tersebut. Jadi propaganda lebih menunjuk pada kegiatan komunikasi yang satu arah, sementara persuasi lebih merupakan kegiatan komunikasi interpersonal (antar individu), dan untuk itu mengandalkan adanya tatap muka berhadap-hadapan secara langsung. Dengan demikian sebenarnya propaganda adalah persuasi yang dilakukan secara massal.
Lasswell juga terlibat dalam proyek perang dunia II dengan melakukan analisa isi terhadap pesan-pesan propaganda yang dilakukan oleh pihak sekutu. Dengan analisa tersebut Lasswell bermaksud hendak meningkatkan kemampuan dan metodologi propaganda yang dilakukan pada masa itu. Dengan kata lain, Lasswell tak cuma menganalisa propaganda tapi ia juga menciptakan propaganda lain, menghasilkan para murid yang ahli propaganda untuk membantu pemerintah Amerika dalam mengembangkan propaganda dan program intelejen dari pemerintah.
Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilaksanakan secara efektif, maka Harold Lasswell mengemukakan paradigma dalam karyanya The Structure And Function Of Communication In Society menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect (Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa).

 Berdasarkan paradigma Laswell di atas, maka komunikasi berarti proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada seorang komunikan melaui media komunikasi tertentu untuk menghasilkan efek tertentu. Dewasa ini sangat beragam jenis media komunikasi yang beredar di masyarakat, yang dapat dipergunakan dalam kegiatan berkomunikasi.
Jadi, dari uraian di atas kita dapat mengambil garis besarnya bahwa alasan Lasswell mengemukakan paradigma pada awalnya merupakan usaha untuk memberikan pengertian tehadap kata ”Propaganda” sebagai suatu model komunikasi linear (satu arah) pada masa itu (Perang Dunia). Propaganda pada awalnya memiliki makna yang netral, Lasswell sendiri mengungkapkan bahwa dalam mengambil penilaian terhadap propaganda sangat bergantung pada sudut pandang orang yang menggunakannya. Akan tetapi, pada perkembangannya propaganda sangat dekat dengan makna negatif yaitu pesan propaganda dianggap  tidak  jujur, manipulatif, dan juga mencuci otak.
Kemudian pada awal perkembangan ilmu komunikasi, propaganda menjadi topik utama. Akan tetapi, setelah tahun 1940-an, analisis propaganda ini menghilang dari khasanah ilmu-ilmu sosial di Amerika. Sebagai penggantinya muncullah istilah seperti komunikasi massa (mass communication) atau penelitian komunikasi (communication research), menggantikan istilah propaganda atau opini publik untuk menjelaskan pekerjaan peneliti komunikasi.
Oleh karena itu, pada akhirnya paradigma Lasswell digunakan untuk memberikan pemahaman terhadap arti komunikasi (terutama komunikasi massa) bukan lagi paradigma untuk propaganda (propaganda kini sudah menjadi bagian dari komunikasi).
Selain itu, dari uraian di atas kita dapat cukup memahami mengapa hanya Lasswell yang mengemukakan paradigma. Hal ini mungkin terkait dengan bidang yang digeluti Lasswell yakni politik, sehingga banyak melibatkannya dalam proyek-proyek politik pada masa itu (Perang Dunia) terutama dalam menganalisis isi pesan-pesan propaganda sehingga disiplin bidang yang digelutinya sangat erat dengan komunikasi politik. Pada saat itu, ahli-ahli komunikasi politik sangat jarang. Paradigma Lasswell sangat erat dengan bidang politik karena kata-katanya yang simbolik. Pada masa Perang Dunia, paradigma terkait kata propaganda (kini termasuk komunikasi) yang dikemukakannya tergolong berani, karena itulah dia menggunakan kata-kata simbolik dalam paradigmanya. Hal ini mungkin tidak mampu diikuti para ahli komunikasi lain. Paradigma Lasswell memiliki khasanah yang kuat, sehingga justru membuatnya menjadi bahan kajian ahli-ahli komunikasi lain.

Sumber referensi artikel :