Rabu, September 28, 2011

ahli


TEORI HAROLD LASWELL dan ALASAN PARADIGMANYA

 

Salah satu tokoh penting dalam sejarah awal ilmu komunikasi di Amerika adalah Harold Lasswell. Diktum Lasswell akan selalu diingat oleh mereka yang pernah sedikit belajar ilmu politik atau ilmu komunikasi – karena sesungguhnya Harold Lasswell adalah ilmuwan politik-; “Who says what, to whom, to which channel and with what effect”. Inilah diktum yang akan selalu diingat sebagai suatu model teori komunikasi yang linier, yang ia temukan dari hasil pengamatan dan praktek yang ia lakukan sepanjang masa perang dunia pertama dan kedua.
Pada tahun 1926, Harold Lasswell menulis disertasinya yang berjudul “Propaganda Technique in the World War” yang menyebutkan sejumlah program propaganda yang bervariasi mulai dari konsep sebagai strategi komunikasi politik, psikologi audiens, dan manipulasi symbol yang diambil dari teknis propaganda yang dilakukan oleh Jerman, Inggris, Perancis dan Amerika.
Sebenarnya kata propaganda sendiri merupakan istilah yang netral. Kata yang berasal dari bahasa Latin “to sow” yang secara etymology berarti: “menyebarluaskan atau mengusulkan suatu ide” (to disseminate or propagate an idea). Namun dalam perkembangannya kata ini berubah dan mengandung konotasi negatif yaitu pesan propaganda dianggap  tidak  jujur, manipulatif, dan juga mencuci otak. Pada perkembangan awal ilmu komunikasi, propaganda menjadi topik yang paling penting dibahas pada masa itu, namun anehnya setelah tahun 1940-an, analisis propaganda ini menghilang dari khasanah ilmu-ilmu sosial di Amerika. Sebagai penggantinya muncullah istilah seperti komunikasi massa (mass communication) atau penelitian komunikasi (communication research), menggantikan istilah propaganda atau opini publik untuk menjelaskan pekerjaan peneliti komunikasi.
Lasswell sendiri memberikan definisi atas propaganda sebagai “manajemen dari tingkah laku kolektif dengan cara memanipulasi sejumlah symbol signifikan”. Untuknya definisi ini tidak mengandung nilai baik atau buruk, dan penilaiannya sangat bergantung pada sudut pandang orang yang menggunakannya. Sementara itu ahli lain (Petty & Cacioppo 1981) menyebut propaganda sebagai usaha “untuk mengubah pandangan orang lain sesuai yang diinginkan seseorang atau juga dengan merusak pandangan yang bertentangan dengannya”. Dalam pengertian ilmu komunikasi, baik propaganda maupun persuasi adalah kegiatan komunikasi yang memiliki tujuan tertentu (intentional communication), dimana si sumber menghendaki ada perilaku yang berubah dari orang lain untuk kepentingan si sumber, tapi belum tentu menguntungkan kepada orang yang dipengaruhi tersebut. Jadi propaganda lebih menunjuk pada kegiatan komunikasi yang satu arah, sementara persuasi lebih merupakan kegiatan komunikasi interpersonal (antar individu), dan untuk itu mengandalkan adanya tatap muka berhadap-hadapan secara langsung. Dengan demikian sebenarnya propaganda adalah persuasi yang dilakukan secara massal.
Lasswell juga terlibat dalam proyek perang dunia II dengan melakukan analisa isi terhadap pesan-pesan propaganda yang dilakukan oleh pihak sekutu. Dengan analisa tersebut Lasswell bermaksud hendak meningkatkan kemampuan dan metodologi propaganda yang dilakukan pada masa itu. Dengan kata lain, Lasswell tak cuma menganalisa propaganda tapi ia juga menciptakan propaganda lain, menghasilkan para murid yang ahli propaganda untuk membantu pemerintah Amerika dalam mengembangkan propaganda dan program intelejen dari pemerintah.
Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilaksanakan secara efektif, maka Harold Lasswell mengemukakan paradigma dalam karyanya The Structure And Function Of Communication In Society menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect (Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa).

 Berdasarkan paradigma Laswell di atas, maka komunikasi berarti proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada seorang komunikan melaui media komunikasi tertentu untuk menghasilkan efek tertentu. Dewasa ini sangat beragam jenis media komunikasi yang beredar di masyarakat, yang dapat dipergunakan dalam kegiatan berkomunikasi.
Jadi, dari uraian di atas kita dapat mengambil garis besarnya bahwa alasan Lasswell mengemukakan paradigma pada awalnya merupakan usaha untuk memberikan pengertian tehadap kata ”Propaganda” sebagai suatu model komunikasi linear (satu arah) pada masa itu (Perang Dunia). Propaganda pada awalnya memiliki makna yang netral, Lasswell sendiri mengungkapkan bahwa dalam mengambil penilaian terhadap propaganda sangat bergantung pada sudut pandang orang yang menggunakannya. Akan tetapi, pada perkembangannya propaganda sangat dekat dengan makna negatif yaitu pesan propaganda dianggap  tidak  jujur, manipulatif, dan juga mencuci otak.
Kemudian pada awal perkembangan ilmu komunikasi, propaganda menjadi topik utama. Akan tetapi, setelah tahun 1940-an, analisis propaganda ini menghilang dari khasanah ilmu-ilmu sosial di Amerika. Sebagai penggantinya muncullah istilah seperti komunikasi massa (mass communication) atau penelitian komunikasi (communication research), menggantikan istilah propaganda atau opini publik untuk menjelaskan pekerjaan peneliti komunikasi.
Oleh karena itu, pada akhirnya paradigma Lasswell digunakan untuk memberikan pemahaman terhadap arti komunikasi (terutama komunikasi massa) bukan lagi paradigma untuk propaganda (propaganda kini sudah menjadi bagian dari komunikasi).
Selain itu, dari uraian di atas kita dapat cukup memahami mengapa hanya Lasswell yang mengemukakan paradigma. Hal ini mungkin terkait dengan bidang yang digeluti Lasswell yakni politik, sehingga banyak melibatkannya dalam proyek-proyek politik pada masa itu (Perang Dunia) terutama dalam menganalisis isi pesan-pesan propaganda sehingga disiplin bidang yang digelutinya sangat erat dengan komunikasi politik. Pada saat itu, ahli-ahli komunikasi politik sangat jarang. Paradigma Lasswell sangat erat dengan bidang politik karena kata-katanya yang simbolik. Pada masa Perang Dunia, paradigma terkait kata propaganda (kini termasuk komunikasi) yang dikemukakannya tergolong berani, karena itulah dia menggunakan kata-kata simbolik dalam paradigmanya. Hal ini mungkin tidak mampu diikuti para ahli komunikasi lain. Paradigma Lasswell memiliki khasanah yang kuat, sehingga justru membuatnya menjadi bahan kajian ahli-ahli komunikasi lain.

Sumber referensi artikel :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar